Popular Post

Posted by : Unknown Kamis, 20 Juni 2013


PERPUSTAKAAN SEBAGAI PUSAT SUMBER BELAJAR


1. Teori Sumber Belajar
Secara tradisional, sumber belajar adalah guru dan buku paket. Padahal sumber belajar yang ada di sekitar sekolah, di rumah, di masyarakat sangat banyak. Sangat di sayangkan berbagai sumber belajar disekitar kita yang berlimpah-limpah tersebut belum dapat dimanfaatkan secara maksimal. Sumber belajar tradisional adalah guru dan buku teks, dan untuk banyak guru (dan dosen) ini masih adalah cara utama untuk mengajar. Siapa atau apa saja sumber belajar itu? Tentu saja bukan guru sebagai satu-satunya sumber belajar. Tapi apapun, baik lingkungan, nuansa, alat, bahan dan lain-lain bisa berfungsi sebaga sumber belajar.
Menurut konsep Teknologi Pendidikan, sumber belajar dapat meliputi (1) Orang (seperti guru, teman, tokoh, artis/selebritis, dll); (2) Bahan (seperti buku teks, modul, CD-ROM pembelajaran, VCD Pembelajaran, OHT, dll); (3) Alat (seperti komputer, LCD projector, peralatan lab, dll); (4) Lingkungan (baik lingkungan fisik seperti tata ruang kelas atau non fisik seperti nuansa, iklim belajar, hubungan antara guru dan siswa, dll); (5) Pesan; (6) Tehnik.
Itu semua merupakan sumber belajar. Jadi, dalam proses pembelajaran di sekolah atau perguruan tinggi atau di perusahaan tempat kerja, harus ada upaya atau harus ada sekelompok orang dengan keahlian, tugas dan tanggung jawab tertentu yang mampu menyulap sedemikian rupa semua sumber belajar tersebut agar optimal untuk meningkatkan efektifitas dan efisiensi proses pembelajaran. Oleh karena itu, diperlukanlah suatu institusi yang “secara konseptual” dinamakan sebagai Pusat Sumber Belajar. Pusat Sumber Belajar ini, atau apapun namanya adalah sekelompok orang plus sekretariat (atau bangunan) yang bertugas mengelola dan mengoptimalkan berbagai bentuk dan jensi sumber belajar, seperti disebutkan di atas, sedemikian rupa untuk meningkatkan efektifitas dan efisiensi pembelajaran.
Suatu lembaga pendidikan tinggi tidak mungkin dapat terselenggara dengan baik jika para dosen dan para mahasiswa tidak didukung oleh sumber belajar yang diperlukan untuk penyelenggaraan kegiatan belajar mengajar.
2. Pusat Sumber Belajar
Menurut Tucker (79) pusat sumber belajar didefinisikan dengan istilah media center, dengan pengertian bahwa suatu departemen yang memberikan fasilitas pendidikan, latihan, dan pengenalana melalui produksi bahan media (transparansi overhead, slide, filmstrip, videotape, dll) serta memberikan pelayanan penunjang (seperti sirkulasi peralatan audiovisual, penyajian program-program video, pembuatan katalog, dan pemanfaatan pelayanan sumber-sumber belajar pada perpustakan. Pusat Sumber Belajar bertugas untuk menyediakan sarana dan media pendukung bagi kegiatan belajar mengajar seperti yang dilakukan oleh Yayasan Pendidikan Salman Al-Farisi, yakni seperti pengadaan alat peraga yang efektif bagi kegiatan belajar mengajar (KBM), pengadaan media promosi dan publikasi, dan lain sebagainya.
3. Perpustakaan

Menurut Sulistyo (1991)perpustakaan diartikan sebagai sebuah ruangan, atau gedung yang digunakan untuk menyimpan buku dan terbitan lainnya yang biasanya disimpan menurut tata susunan tertentu yang digunakan pembaca bukan untuk dijual.

Peningkatan Perpustakaan sebagai Pusat Sumber Belajar
Upaya untuk menghidupkan dan mengembangkan perpustakaan sangat dibutuhkan dukungan dari berbagai pihak. Tidak hanya tugas pengurus/anggota perpustakaan dan institusi terkait, melainkan kita semua karna intinya usaha bersama menjaga atau mengembangkan ilmu pengetahuan. Serta merevisi atau mengkaji ulang tujuan dari perpustakaan, untuk mengintensifkan perpustakaan menjadi pusat sumber belajar.
Untuk itu, perpustakaan perlu memiliki atau memberikan pelayanan yang prima dan terbaik dalam penyediaan dan pelayanan informasi dalam menunjang tugas pokok dan fungsi lembaga induknya. Artinya memberikan pelayanan prima, yaitu suatu sikap atau cara pustakawan dalam melayani penggunanya dengan prinsip people based service (layanan berbasis pengguna) dan service excellence (layanan unggul). Semua ini untuk memuaskan pengguna, meningkatkan loyalitas pengguna, serta meningkatkan jumlah pengguna.
Bukan hanya pemimpin tetapi semua pengelola atau pegawai perpustakaan harus berani menampilkan “wajah baru” atau “gerakan baru” dalam arti berani melakukan terobosan baru dan paradigma baru yaitu dapat mengubah persepsi masyarakat/akademis dari perpustakaan identik dengan buku menjadi perpustakaan identik dengan informasi.
Ketergantungan pada seorang pemimpin perlu ditinggalkan dan bergerak menciptakan kreatifitas atau inovasi yang sistematis. Pimpinan pusat (lembaga) tentunya membuka pintu yang lebar kepada semua bawahannya untuk menentukan kebijakan dalam menciptakan keratifitas untuk mengembangkan dan meningkatkan perpustakaan.
Upaya selanjutnya bagaimana pengelola menjalin hubungan dengan semua pihak atau institusi melakukan kerja sama yang saling menguntungkan untuk meningkatkan dan mengembangkan perpustakaan. Hubungan dengan masyarakat juga perlu ditingkatkan, misalnya membuka perpustakaan keliling, pelatihan penulisan karya ilmiah, kegiatan kompetisi dalam masyarakat (lomba synopsis, artikel, opini dll). Hal ini untuk meningkatkan minat baca masyarakat/akademis dan menjadi perpustakaan yang mampu bersaing.
Sehubungan dengan ini kemampuan pustakawan, idealnya perlu adanya Pusdiklat Perpustakaan Nasional RI yang terakreditasi sehingga dapat menetapkan sertifikasi untuk standar kompetensi tertentu bagi pustakawan Indonesia agar berdaya saing tinggi dan akreditasi perpustakaan.
Kemudian adanya Undang-undang tentang Perpustakaan yang meliputi :
- Kepala Perpustakaan (unsur pimpinan)
- Petugas tata usaha perpustakaan (unsur pembantu pimpinan)
- Unsur pelaksana yang terdiri atas:
a) Petugas pengadaan/pengolahan bahan pustaka,
b) Petugas pelayanan (sirkulasi dan referensi),
c) Petugas penyuluhan/pemasyarakatan, dan
d) Petugas penelitian dan pengembangan
Dengan adanya undang-undang tentang perpustakaan khususnya unsur pelaksana yang terkait dengan petugas penyusluhan, penelitian dan pengembangan lebih ditekankan sehingga dapat menciptakan atau menemukan sesuatu yang baru. Serta menganalisa bagaimana usaha atau jalan untuk lebih meningkatkan perpustakaan menjadi pusat sumber belajar.


Sumber:

AECT. 1997. The Definition of Educational Technology. Washington: AECT
Budhiningsih, C. Asri. 2005. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta : PT Rineka Cipta
Mudhoffir. (1986). Prinsip-Prinsip Pengelolaan Pusat Sumber Belajar. Bandung: Remaja Rosdakarya
Muhtadi, Ali. 2005. Managemen Sumber Belajar ‘Buku Pegangan Kuliah’. Universitas Negeri Yogyakarta. Yogyakarta
Wirojoedo, Soebijanto. 1986. Perencanaan Pendidikan’Buku Pegangan Kuliah’. Yogyakarta : CV. Kaliwangi
Pujiriyanto. 2005. Otomasi Perpustakaan. Yogyakarta : FIP UNY
Seels, Barbara B & Richey, Rita C. 1994. Teknologi Pembelajaran: Definisi dan Kawasannya (terjemahan oleh Yusuf Hadimiarso, dkk). Jakarta: Unit Percetakan Universitas Negeri Yogyakarta



Leave a Reply

Subscribe to Posts | Subscribe to Comments

- Copyright © roidatul khoiriah - Date A Live - Powered by Blogger - Designed by Johanes Djogan -