Popular Post

Posted by : Unknown Selasa, 12 November 2013




BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian Wirausaha
Wirausaha adalah orang yang melakukan kegiatan mengorganisasi faktor-faktor produksi dan memberikan hasil yang produktif.
·         Menurut Lollent
Wirausaha adalah penanggung resiko yang memberi jasa faktor produksi dengan harga tertentu dan menjual dengan harga yang tak pasti dimasa yang akan datang.
·         Menurut Richard Cantillon (1775)
Kewirausahaan didefinisikan sebagai bekerja sendiri (self-employment). Seorang wirausahawan membeli barang saat ini pada harga tertentu dan menjualnya pada masa yang akan datang dengan harga tidak menentu.

B.     Motif Berwirausaha dalam Bidang Perdagangan
1)        Dagang Buat Cari Untung?
Seorang muslim bila menjual barang, harus dengan senang hati, gembira, ikhlas, dan memberikan kesan baik terhadap pembeli. Begitu pula bila seorang muslim membeli barang, tidak membuat kesal si penjual, usahakan agar terjadi transaksi secara harmonis, suka sama suka, tidak bersitegang dengan penjual. Dalam hal menagih piutang, juga ada ajaran yang sangat tinggi dalam Islam, jangan menekan, menghina, memeras, memaksa orang yang berutang.[1]
Perilaku negatif yang dijumpai dalam kegiatan perdagangan merupakan merek yang melekat pada diri pedagang dan ini pula merupakan "image" negatif terhadap pedagang yang melekat di hati masyarakat kita pada umumnya. Masyarakat kita masih belum dapat menerima profesi pedagang sebagai profesi elit. Profesi dagang masih dianggap pekerjaan rendah yang mungkin juga paling rendah. Mengapa ? Karena sudah melekat dalam anggapan masyarakat bahwa pekerjaan pedagang dilakukan penuh dengan trik, penipuan, ketidakjujuran, pelit, terlalu hitungan, dan pribadi yang terlibat didalamnya, pribadi kurang utuh. Demikian anggapan masyarakat yang negatif, disamping pandangan yang positif. Memang demikian keadaannya jika menganggap pekerjaan dagang bertujuan untuk mencari laba semata, tujuan utamanya ialah laba, maka segala cara untuk mendapat laba, dipraktekkan, seperti yang banyak kita alami sehari-hari.
Penjual buah-buahan berusaha memasukkan buah yang sudah rusak atau busuk kedalam bungkusan dan ditimbang tanpa sepengatahuan pembeli. Kadang-kadang dalam tempat itu sudah dimasukkan lebih dulu buah yang rusak dan diatasnya buah yang dipilih oleh pembeli.  Ini semua adalah sebagai contoh perilaku yang meruntuhkan martabat kaum pedagang.
Akan begitukah tabiat kaum pedagang kita ? Tentu tidak, karena banyak pula pedagang yang betul-betul telah mempraktekkan ajaran Agama Islam dalam kegiatan bisnisnya, dan sekurang-kurangnya image masyarakat yang negatif, akan menyentuh hati pemuka agama, agar dapat meluruskan praktek perdagangan di negara kita, yang sebagian besar pedagangnya adalah orang muslim.



2)        Berdagang adalah hoby
Konsep berdagang adalah hobi, kebanyakan dianut pleh para pedagang Cina, mereka memang menekuni dunia perdagangan dalam keseharian perihidup mereka. Pagi, siang , malam, perhatian mereka tidak terlepas dari hobo ini. Mereka berusaha membeli barang, membersihkan barang yang mereka jual, menjaga kerapihan rak pajangan, melayani pembeli sebaik mungkin, karena pembeli itu datang melihat dan membeli hobi yang ia tekuni. Jadi mereka sangat respek pada pembeli. Bila barangnya laku, mereka cepat mendatangkan barang baru, dan dipajangkan ditempat yang baik, desain tata letak serasi dengan tata warna disorot cahaya neon yang membuat suasana menarik danindah dipandang mata, terutama untuk memancing pandangan para pembeli. Inilah yang disebut dengan "display". Mereka dapat melakukan open display, yaitu pajangan yang dilakukan di halaman terbuka, untuk menarik orang yang lewat dijalan. Ada lagi window display, yaitu pajangan di depan toko untuk menarik pejalan kaki masuk kedalam toko. Demikian pula di dalam toko terdapat interior display agar para pembeli lebih tertarik lagi.
3)        Berdagang adalah ibadah
Bagi orang Muslim, kegiatan berdagang sebenarnya lebih tinggi derajatnya, yaitu dalam rangka beribadah kepada Allah SWT. Bedagang adalah sebagian dari hidup kita yang harus ditujukan untuk beribadah kepada-Nya, dan wadah untuk berbuat baik kepada sesama. Ada sebuah hadits yang menyatakan:
"sekali-kali tidaklah seorang Mukmin akan merasa kenyang (puas) mengerjakan kebaikan, sampai puncaknya ia memasuki surga". (HR. Tirmidzi).
Hadis itupun mengingatkan kepada kita bahwa: "Sesungguhnya amal itu berdasarkan niat, dan sesungguhnya bagi setiap manusia pahala menurut apa yang diniatkannya". (Muttafaq'alaih).
Jika seorang pedagang menjual barang dengan harga murah, tentu tidak merugi, maka keuntungannya akan berlipat ganda, jika anda pikir,mengapa demikian ? Harga murah akan selalu menarik perhatian pembeli. Pembeli ini akan menginformasikannya kepada sahabat dan familinya, bahwa jika akan membeli barang ini, baiknya membeli di tokonya karena disana harganya.[2] Akhirnya toko ini makin ramai dikunjungi, barang cepat laku, dan segera membeli persediaan baru. Jadi persediaan barang di toko ini selalu baru, selalu fresh, selalu model baru, tidak rusak, tidak busuk, tidak ketinggalan mode. Makin lama toko ini makin terkenal dan selalu mendapatkan rizki dari Allah dengan banyaknya pembeli. Dengan demikian terjadilah apa yang dinamakan "patronage buying motive" yaitu suatu motif membeli yang terpola pada hati konsumen, yang selalu ingin berbelanja ke toko tertentu saja.
Keuntungan lain akan selalu datang dari Allah yang tidak dapat dibayangkan atau diduga sebelumnya, seperti masuknya langganan baru, dapat order/pesanan tiba-tiba dan sebagainya.

C.    Berbuat Baik Dapat Menenangkan Otak dan Menyehatkan Badan
Berwirausaha memberi peluang kepada seseorang untuk banyak-banyak berbuat baik, bukan sebaliknya. Banyak berbuat baik akan sangat menyehatkan bagi si pelaku dan juga bagi orang yang melihatnya. Lebih jauh lagi mereka yang selalu ingin berbuat baik dan membantu meringankan penderitaan orang lain, otaknya senang, tubuuhnya akan lebih kebal terhadap penyakit. Jadi, ada hubungan antara berbuat baik dengan kesehatan badan.
Altruisme atau perilaku yang mengutamakan membantu kepentingan orang lain, dapat meringankan tubuh dari perasaan stress berlebihan. Perbuatan baik menimbulkan rasa bahagia diri, dan ini akan merangsang pembentukan zat antibodi dalam sistem kekebalan tubuh.
Di dalam Islam sudah seringkali dianjurkan untuk berlomba-lomba dalam berbuat kebaikan. Mungkin anjuran ini belum diketahui betul apa maknanya. Apa yang terjadi di balik anjuran tersebut. Apakah hanya sekedar kita membantu orang lain yang kesusahan, kita meringankan beban orang lain ? Rupanya pekerjaan berbuat baik akan menenagkan otak. Otak tenang dan sehat merangsang pembentukan zat antibodi dalam darah, dan akan meningkatkan kekebalan tubuh.
Anjuran agar membuat kemudahan dan jangan mempersulit atau menggelisahkan orang lain dapat kita renungkan dari hadis berikut, yang artinya:
Hadis Abi Musa dan Mu'adz dari Sa'id bin Abu Burdah dari ayahnya berkata : nabi telah mengutus neneknya yaitu Abu Musa dan Mu'adz ke Yaman, maka Nabi berpesan: "Ringankan atau mudahkanlah, jangan mempersukar, gembirakanlah jangan menggusarkan, gembiralah jangan menggusarkan dan saling mengalahkan diantaramu." (HR. Bukhari).

D.    Perintah Kerja Keras
Kemauan keras (azzam) dapat menggerakkan motivasi untuk bekerja dengan sungguh-sungguh. Orang-orang atau bangsa yang berhasil ialah yang mau bekerja keras, tahan menderita, dan berjuan memperbaiki nasibnya.
Perbaikan pekerjaan terus menerus, banyak dicontohkan oleh orang Jepang dalam keseharian pekerjaan mereka, dengan apa yang disebut Kaizen yang berarti Unending Improvement (perbaikan terus menerus, tak pernah berhenti). Dengan konsep ini, produk yang dihasilkan oleh industri Jepang selalu ada perbaikan, selalu ada model baru. Konsep kaizen dilakukan merata di seluruh bidang kehidupan.
Perintah berusaha yang lainnya, dinyatakan dalam Al-Qur'an dan Hadis sebagai berikut:
Sesungguhnya Allah telah mewajibkan kalian berusaha, maka oleh sebab itu hendaklah kalian berusaha (HR. Tabrani)

Kewajiban seorang ayah memberi makan dan pakaian kepada mereka dengan cara ma'ruf. (Q.S AL-Baqarah: 233).
Berdosalah seseorang, apabila ia sia-siakan nafkah orang yang menjadi tanggungnya. (HR Nasai).
Ajaran ini akan menggugah seorang muslim agar mau bekerja keras dalam segala bidang kehidupan, tidak hanya menyerah kepada nasib. Allah tidak akan mengubah nasib seorang apabila orang tersebut tidak berusaha dan tidak mau mengubah nasibnya sendiri.

E.     Perdagangan Pekerjaan Mulia dalam Islam
Jika kita tinjau pekerjaan dagang sebagai suatu bagian dari bisnis, maka pekerjaan dagang ini mendapat tempat terhormat dalam ajaran agama. Nabi Muhammad Saw, pernah ditanya:
"Mata pencaharian apakah yang paling baik, Ya Rasulullah? "Jawab beliau: "Ialah seseorang yang bekerja dengan tangannya sendiri dan setiap jual beli yang bersih" (HR. A-Bazzar).[3]
Dalam Al-Qur'an Allah berfirman, yang artinya:
Dan Allah telah menghalalkan jual beli dan mengahramkan riba (QS Al-Baqarah: 275).
Bila riba meningkat maka pekerjaan haram akan merajalela dan kegiatan jual beli tidak akan berkembang. Ada kecenderungan dalam praktek riba yaitu uang atau modal hanya berputar dan menumpuk pada satu tangan. Yang memperoleh untung dalam bentuk riba yaitu ialah beberapa gelintir orang yang uangnya digunakan untuk mengekploitasi masyarakat yang terdesak kebutuhan hidup.
Membuka pekerjaan dalam bidang perdagangan akan membantu menyerap tenaga kerja serta memperluas wawasan pergaulan dan gerakan geografis, menjelajah segenap penjuru dunia. Bukankah penyebaran agama Islam di Indonesia banyak dilakukan melalui perdagangan? Masuknya Islam di Pantai Utara Jawa, Bnaten, Sumatera adalah melalui perdagangan. Melalui kegiatan perdagangan terjadilah pergaulan antara pedagang yang beragama Islam dengan penduduk setempat. Pada pedagang ini berusaha melakukan kegiatan perdagangan dan dakwah secara terus menerus.

F.     Perilaku Terpuji dalam Perdagangan
Menurut Imam Al-Ghazali ada enam sifat perilaku yang terpuji dilakukan dalam perdagangan, yaitu:
1.        Tidak mengambil laba lebih banyak, seperti yang lazim dalam dunia dagang.
2.        Membayar harga agak lebih mahal kepada pedagang miskin, ini adalah amalyang lebih baik daripada sedekah biasa.
3.        Memurahkan harga atau memberi potongan kepada pembeli yang miskin, ini akan memiliki pahala yang berlipat ganda.
4.        Bila membayar utang, pembayarannya dipercepat dari waktu yang telah ditentukan. Jika yang diutang berupa barang, maka usahakan dibayar dengan barang yang lebih baik, dan yang berutang datang sendiri kepada yang berpiutang pada waktu membayarnya. Bila utang berupa uang, maka lebihkanlah pembayarannya sebagai tanda terima kasih, walaupun tidak diminta oleh orang yang berpiutang. Demikian dicontohkan oleh Rasulullah Saw.
5.        Membatalkan jual beli, jika pihakpembeli menginginkannya. Ini sejalan dengan prinsip "Customer is King" dalam ilmu marketing. Pembeli itu adalah raja, jadi apa kemauannya perlu dikuti, sebab penjual harus tetap menjaga hati langganan, sampai langganan merasa puas.
6.        Bila menjual bahan pangan kepada orang miskin secara cicilan, maka jangan ditagih bila orang miskin itu tidak mampu untuk membayarnya, dan membebaskan mereka dari utang jika meninggal dunia.

G.    Manajemen Utang Piutang
Banyak orang yang pro maupun kontra membeli barang secara kredit, begitu pula pro kontra mengambil utang. Bagi orang yang suka berutang, haruslah berhati-hati dan membuat rencana yang baik dalam mencicil utangnya. Jangan sampai kita tidak mampu mencicil utang dan menunda pembayaran utang dengan janji-janji saja. Janji yang sering mungkir, utang yang tak terlunasi, akan membuat seseorang terhimpit beban berat, dan selalu merasa berat di bawah tekanan orang lain dan harga dirinya akan turun, dia merasa hina.
Orang yang terlilit utang kemudian lemah imannya, maka mereka bisa terjerumus ke perbuatan yang lebih hina, misalnya bunuh diri. Benarlah Rasulullah yang selalu berdoa:
Ya Allah, saya mohon perlindungan-Mu daripada duka cita dan kesedihan, saya mohon perlindungan-Mu daripada kelemahan dan kemalasan, saya mohon perlindungan-Mu daripada kekikiran dan sikap pengecut,s aya mohon perlindungan-Mu daripada tumpukkan utang dan tekanan orang (HR. Abu Daud).
Dosa utang ini tidak akan hapus sebelum dibayar atau dibayarkan. Bahkan orang yang mati syahidpun dosa utangnya tidak berampun. Akan kuampuni orang yang mati syahid semua dosanya kecuali utangnya (HR. Muslim). Jiwa orang mukmin tergantung kepada utangnya, hingga utang itu dilunasi (HR. Ahmad).[4]
Jadi jika seseorang meninggal dunia dan masih mempunyai utang, maka dia tertahan karena utangnya, oleh sebab itu utangnya harus dilunasi oleh ahli warisnya.
Jiak betul-betul seorang itu tidak mampu membayar utang, dan ia sudah berusaha keras mencari uang untuk mencicil utangnya, dan ia keburu meninggal sebelum utangnya lunas, maka ada jaminan dari Rasulullah dalam hadis berikut, yang artinya:
Barang siapa dari umatku yang punya utang, kemudian ia berusaha keras untuk membayarnya, lalu ia meninggal dunia sebelum lunas utangnya, maka aku sebagai walinya ((HR. Ahmad dengan sanad yang baik).
Juga hadis berikut menyatakan : Tiada seorang yang punya utang, Allah tahu bahwa ia bermaksud membayarnya, melainkan Allah akan menunaikan pembayaran utangnya di dunia. (HR. Ibnu Majah dan Ibnu Hibban).
Dengan berutang ataupun berpiutang kita dapat membuat pahal. Pembayaran utang sebelum waktunya, pembayarannya dilebihkan itu lebih baik. Yang memberi pinjaman, niatkan untuk ikut membantu meringankan beban sesama, ikut mengatasi kesulitan orang atau meningkatkan kesejahteraan orang lain, bukan menyengsarakan orang. Seperti dinyatakan oleh hadis berikut, yang artinya :
Barang siapa yang melepaskan kesusahan orang Mumin dari kesusahan-kesusahan dunia, niscaya Allah akan melepaskan kesusahannya di hari kiamat. (HR. Muslim).

H.    Membina Tenaga Kerja Bawahan
Tenaga kerja yang dipekerjakan di perusahaan adalah partner pengusaha. Tidak boleh terjadi pertentangan-pertentangan kepentingan pengusaha dengan pekerja, sebab mereka saling membantu dalam menghasilkan barang dan jasa yang dibutuhkan masyarakat banyak. Oleh karena itu, pengusaha harus memberikan upah yang layak bagi pekerjanya.
Hubungan antara pengusaha dan pekerja harus dilandasi oleh rasa kasih sayang, saling membutuhkan, tolong menolong. Pengusaha menolong karyawan menyediakan lapangan kerja, dan pekerja menerima rizki berupa upah dari majikannya. Bawahan menyediakan tenaga dan kemmapuannya untuk membantu menyelesaikan pekerjaan yang diperintahkan oleh atasan, sehingga keduanya menerima rizki berupa laba berkat kerjasama yang dilakukannya. Hadis berikut mempertegas keyakinan kita:
Manusia itu saling memberi rezeki kepada yang lainnya (Hr. Baihaqi)
Pertolongan yang kamu berikan kepada orang yan glemah adalah sedekah yang paling utama (HR. Ibnu Abi Addunia).
Jika diteliti secara mendalam, pihak karyawan mempunyai hak yang lemah terhadap pengusaha. Oleh sebab itu, dalam Islam tidak dibenarkan seorang pengusaha bertindak semena-mena mengadakan pemutusan hubungan kerja tanpa pemberian pesangon dan sebagainya kepada karyawannya. Pengusaha harus selalu memikirkan nasib karyawannya. Suatu hadis menyatakan, yang artinya: "Allah selalu menolong orang-orang yang selalu menolong saudaranya (semuslim) (HR. Ahmad).
Selanjutnya hak majikan ialah memerintah bawahan dan kemudian ia berhak memperoleh keuntungan. Sedangkan kewajiban majikan ialah membayar upah pekerja sesegera mungkin, tidak ditunda-tunda, bersikap lemah lembut, kasih sayang, edukatif (sikap mendidik), dekat, dan melindungi pekerjanya.
Berikanlah kepada karyawan upahnya sebelum kering keringatnya (HR. Ibnu Majah).


Ada 3 golongan orang yang kelak pada hari kiamat akan menjadi musuh Allah:
Seseorang yang berjanji beriman kepada Allah, kemudian ia ingkar
Seseorang yang menjual orang merdeka lalu menikmati uang hasil penjualan itu.
Seseorang yang mempekerjakan karyawan, dan upahnya tidak dibayar (HR. Ibnu Majah)[5]
Perlakuan terhadap karyawan ini sama pula dengan perlakuan terhadap pembantu rumah tangga. Banyak perlakuan semena-mena diterima oleh pembantu rumah tangga, seperti disiram air panas, dipukuli, diberi makanan basi, kulitnya dibakar rokok, serta perbuatan sadis lainnya yang dilakukan majikan. Semua ini terjadi karena majikan kurang menghayati ajaran Islam yang sangat luhur:
Seorang sahabat berkata kepada Rasulullah: "Pelayan saya berbuat kesalahan dan kezaliman, ya Rasulullah: rasulullah menjawab, "Kamu harus memaafkannya setiap hari tujuh kali" (HR. Baihaqi).
Demikian mulianya ajaran Islam yang mengatur tata hubungan antar manusia, pihak pengusaha, karyawan dan pihak-pihak lainnya.
Suatu tatakrama dalam hubungan yang harmonis sudah tersusun dalam ajaran Islam yang perlu diketahui dan diamalkan dalam kehidupan sehari-hari.


I.       Demonstration Effect Menyebabkan Faktor Modal Menjadi Beku
Demonstration effect atau pamer kekayaan dapat berupa memamerkan perhiasaan mencolok, harta ataupun benda yang dimiliki sangat menonjol tidak selaras dengan masyarakat sekelilingnya. Hal ini bukan saja mengundang kecemburuan sosial, orang lain menjadi iri, menundang pencuri/perampok, tapi juga memnuat modal masyarakat menjadi beku, tidak produktif. Jika uang atau harta tersebut disimpan di Bank, maka simpanan itu akan menjadi modal produktif yang dapat digunakan oleh dunia bisnis/usahawan untuk mendirikan atau memeprluas usaha.[6]
Bagaimana ajaran Islam tentang larangan pamer kekayaan ataupun penggunaan uang yang tidak perlu yang direfleksikan dalam bentuk perhiasan mas atau perak dan sebagainya, simaklah hadis berikut:
Hadis Ibnu Umar, bersabda Rasulullah Saw: Barangsiapa memakai pakaian kesombongan di dunia, maka Allah akan memakaikan kepadanya pakaian kehinaan pada hari kiamat (HR Akhmad, Abu Daud, Masai, Ibnu Majah)
Dari Amir bin Syuib dari ayahnya, dari kakaeknya, dia berkata : Telah bersabda Rasulullah Saw: Makanlah dan minumlah, berpakaianlah dan bersedekahlah tanpa berlebihan dan sombong (HR. Abu Daud dan Akhmad).
Dari Abdullah bin Mas'ud RA dia berkata: Allah melaknati orang yang membuat tato, orang yang minta ditato, orang yang mencukur alis, orang yang meminta dicukur alisnya, dan orang yang mengasah gigi untuk keindahan lagi mengubah ciptaan Allah.
Menurut As-Syaukani pada zahirnya pengharaman yang disebutkan itu adalah bila utntuk tujuan keindahan, bukan disebabkan karena penyakit. Bila kena penyakit maka tidak diharamkan.


J.      Sifat-Sifat Seorang Wirausaha
Sifat atau karakteristik yang harus dimiliki oleh seorang pengusaha yang sesuai dengan ajaran Islam ialah:
1.        Sifat Takwa, Tawakal, Zikir dan Syukur
Sifat-sifat di atas harus benar-benar dilaksanakan dalam kehidupan (praktek bisnis) sehari-hari.tawakal ialah suatu sifat penyerahan diri kepada Allah secara aktif, tidak cepat menyerah. Dunia bisnis ini sangat kompleks, persaingan sangat tajam, tetapi muncul pula bisnis baru yang seakan-akan tidak peduli dengan persaingan kiri-kanan tersebut. Disinilah kita perlu tawakal, seperti yang dijaminkan Allah bila kita tawakal: Allah akan memberi rizki, seperti burung-burung yang keluar sangkar di pagi hari dan pulang petang dengan perut kenyang (HR. Tirmidzi).[7]
Berzikir artinya selalu menyebut asma Allah dalam hati dengan merendahkan diri dan rasa takut serta tidak mengeraskan suara dalam segala keadaan, mungkin dalam perjalanan, dalam keadaan duduk, dalam pertemuan atau rapat, dan sebagainya. Firman Allah menyatakan: Hai orang-orang yang beriman janganlah harta benda kalian dan anak-anak kalian melalaikan kalian untuk mengingat Allah. Barangsiapa demikian, mereka itulah orang-orang yang merugi (Q.S Al-Munafiqun: 9)
Ungkapan rasa syukur dapat dilakukan, baik secara diam-diam dalam hati maupun diucapkan dengan lisan atau dalam bentuk perbuatan. Semua tindakan bersyukur ini direfleksikan dalam bentuk mendekatkan diri kepada Allah.

2.        Jujur
Dalam suatu hadis dinyatakan: Kejujuran itu akan membawa ketenangan dan ketidakjujuran akan menimbulkan keragu-raguan (HR Tirmidzi).
Jujur dalam segala kegiatan bisnis, menimbang, mengukur, membagi, berjanji, membayar utang, jujur dalam berhubungan dengan oran glian, akan membuat ketenangan lahir dan batin.
3.        Niat Suci dan Ibadah
Bagi seorang muslim melakukan bisnis adalah dalam rangka ibadah kepada Allah. Demikian pula hasil yang diperoleh dalam bisnis akan dipergunakan kembali dijalan Allah.
4.        Bangun Subuh dan Bekerja
Rasulullah telah mengajarkan kepada kita agar mulai bekerja sejak pagi hari, selesai solat subuh jangan kamu tidur, bergeraklah, cari rezeki dari Rabbmu. Para malaikat akan turun dan membagi rizki sejak terbit fajar sampai terbenam matahari.
5.        Toleransi
Toleransi, tenggang rasa, tepo seliro (Jawa), lamak diawak katuju diurang (Minang), harus dianut oleh orang-orang yang bergerak dalam bidang bisnis. Dengan demikian tampak orang bisnis itu supel, mudah bergaul, komunikatif, praktis, tidak banyak teori, fleksibel, pandai melihat situasi dan kondisi, toleransi terhadap langganan, dan tidak kaku.
6.        Berzakat dan Berinfaq
Mengeluarkan zakat dan infaq harus menjadi budaya Muslim yang bergerak dalam bidang bisnis. Harta yang dikelola dalam bidang bisnis, laba yang diperoleh, harus disisihkan sebagian untuk membantu anggota masyarakat yang membutuhkan. Dalam ajaran Islam sudah jelas bahwa harta yang dizakatkan dan diinfaqkan tidak akan hilang, melainkan menjadi tabungan kita yang berlipat ganda baik di dunia maupun di akhirat. Sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Muslim menyatakan:
Tidaklah harta itu akan berkurang disedekahkan dan Allah tidak akan menambahkan orang yang suka memberi maaf kecuali kemuliaan. Dan tidaklah seorang yang suka merendahkan diri karena Allah melainkan Allah akan meninggikan derajatnya.
Orang yang berbisnis, yang tidak dilalaikan oelh bisnis da oleh jual belinya, dia selalu ingat Allah, mendirikan sahalat dan mnegeluarkan zakat. Allah akan memberi imbalan yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan. Allah akan memberi karunianya dan akan memberi rizki berlipat ganda tanpa perhitungan kepada siapa yang Dia kehendaki (Q.S An-Nur:37-38).
7.        Silaturahmi
Orang bisnis seringkali melakukan silaturahmi dengan partner bisnisnya ataupun dengan langgannnya. Hal ini sesuai dengan ajaran Islam bahwa kita harus selalu mempererat silaturahmi satu sama lain. Hadis nabi menyatakan yang artinya: siapa yang ingin murah riskinya dan panjang umurnya, maka hendaklah ia mempererat hubungan silaturahmi (HR. Bukhari).





















BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

1.      Wirausaha adalah orang yang melakukan kegiatan mengorganisasi faktor-faktor produksi dan memberikan hasil yang produktif.
2.      Motif berwirausaha:
Ø  Dagang buat cari untung
Ø  Berdagang adalah hobby
Ø  Berdagang adalah ibadah
















DAFTAR PUSTAKA

Paul Birch, Brian Clegg, 1996. Bussines Creativity, Gramedia Pustaka Ulama, Jakarta.

Alma Buchori, 2011. Kewirausahaan, Alfabeta, Bandung.
Melani Kasim,”Makalah Pengelolaan Kewirausahaan”,http://Melaniblogspot.com.,


[1] Buchari Alma, Kewirausahaan, (Bandung: Alfa Beta, 2011), h. 249
[2] Ibid, h. 251
[3] Ibid, h. 257
[4] Ibid, h. 263
[5] Ibid, h. 266
[6] Ibid, h. 268
[7] Ibid, 270

Leave a Reply

Subscribe to Posts | Subscribe to Comments

- Copyright © roidatul khoiriah - Date A Live - Powered by Blogger - Designed by Johanes Djogan -